Fabiayyi alaa irobbikuma tukadzibaan atau Acuh Tak Acuh?
Nunung N. Ummah
“Asaalamaualaikum, Selamat pagi, Gaesss…. Gimana kabar pagi ini? Semoga sehat semua. Dan, ingat, ya! Selalu patuhi protokol kesehatan masa pandemi ini.” Pagi ini aku membuka sapa pada anak-anakku, meski mereka tak terlahir dari rahimku.
“Waalaikum salam, Ibuuuuu.” Jawaban senada akan berbaris di bawahnya minimal 5 kali.
Atau jawaban lain, “Sehat, Ibuuuuuu.”
“Ok, ibu mo nanya lagi, nih. Sudahkah membantu orang tua hari ini? Mumpung sehat, mumpung sempat. Biasanya sekolah pagi sampai sore. Sekarang hanya sampai siang saja. Jadi waktu lebih fleksibel. So, kalian harus sempetin bantu ortu. Kali nyapu, ngepel, jaga adik, bantu belanja, jemur cucian, dan lain sebagainya. Siapa yang sudah?”
“Saya nyapu, Bu.”
“Iman ngepel, Bu.”
Dan seterusnya, ada 5 jawaban senada.
“Sip, mantab. Tapi, kok yang jawab cuman 5-6 orang aja. Lainnya kemana, nih? Ayo bantu Ibu nyolek mereka yang belum aktif di grup pagi ini.”
Ya, ini obrolan yang terjadi di grup WA ketika kami belajar daring non virtual. Salah satu cara menyiasati agar siswa tidak keberatan membeli kuota internet. Jika via zoom atau fasilitas virtual lainnya kuota internet yang diperlukan lebih banyak.
“Siap, Bu. Saya sengggol mereka, via grup kelas,” balas ketua kelas dengan tanggap. Aku beruntung, ketua kelas pagi ini aktif.
Sambil menunggu ketua kelas menyenggol teman-temannya kuketik sapaan selanjutnya.
“Baik, kita tunggu sejenak. Sambil kita menunggu, mari berdoa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Berdoa, mulai.”
Aku jeda 1-2 menit.
“Berdoa selesai,” aba-abaku pada mereka.
Kemudian, aku mengajak mereka absen.
“Baiklah, ayo kita absen, sebelum masuk ke sharing materi pembelajaran.”
“Budayakan antri, ya…”
Don’t type when your friend is typing
Let’s start
Daftar Hadir Biologi, X MIPA 2
Selasa, 11 Agustus 2020.
1.
2.
3.
Dst”
Saat selanjutnya aku menunggu. Daftar absen itu bermunculan dengan bertambah deret nama yang tertera. Awalnya mereka berebut. Biasanya sampai dengan 15 menit. Sayangnya mereka akan melamban bahkan berhenti di kisaran 15 sampai 25 nama yang tertera. Padahal seharusnya 36 nama yang tertera.
Hatiku kecut, namun sebenarnya tetap harus disyukuri, karena kondisi ini agak lebih baik dari kondisi sebelumnya. Sebelumnya, dari awal sampai pertengahan tetap hanya 10 orang saja. Kini sudah bisa mencapai 25 orang.
Yang lainnya kemana? Ada yang masih belum bangun. Ada yang masih mandi. Ada yang masih main entah di mana. Jadwal belajar daring sudah di share. Hampir setiap hari wali kelas mengingatkan. Website sekolah juga menyediakan. Tapi, ya, begitu. Selalu saja ada yang tak acuh.
Situasi pandemi ini memang serba meminta ekstra kesabaran. Tetap saja harus disyukuri, dari 36 siswa, ada 11 yang tak acuh. Sedang 25 lainnya, lebih dari 50% acuh. Masih ada alasan untuk bersyukur, kan?
Bekasi, 16 Agustus 2020