HUKUM KEGAGALAN DAN KESUKSESAN

0
1979

Oleh: Zaprulkhan

(Dosen IAIN SAS BABEL).

What is failure? Apakah kegagalan itu?

Lazimnya ketika berpikir tentang kegagalan asosiasi kita berhubungan dengan puncak suatu hasil akhir dari suatu perbuatan. Kegagalan adalah ketika kalah dalam kompetisi. Kegagalan adalah ketika sasaran kita tidak sesuai dengan target yang telah kita tetapkan dari awal. Kegagalan adalah tatkala kita tidak dapat menggapai berbagai hal yang kita impikan. Kegagalan adalah tatkala kita gagal dalam seleksi wawancara di sebuah perusahaan bergengsi yang kita dambakan. Kegagalan adalah tatkala kita tidak lulus ujian perguruan tinggi bereputasi. Kegagalan adalah tatkala kita tidak lulus ujian masuk sebagai CPNS. Sederhananya, kegagalan merupakan hasil akhir yang tidak sesuai dengan harapan, cita-cita, keinginan, dan target yang telah kita rancang sebelumnya.

Benarkah demikian?
Mari kita melihat makna kegagalan melalui perspektif salah seorang filsuf manajemen legendaris dari negeri Paman Sam, yaitu Jim Rohn, dalam karya klasiknya The Five Major Pieces to the Life Puzzle. Menurut Jim Rohn, kegagalan bukanlah peristiwa tunggal. Kegagalan bukan sebuah peristiwa yang terjadi dengan tiba-tiba. “We don’t fail overnight”, “Kita tidak mengalami kegagalan dalam semalam”, kata Jim Rohn.

Kalau begitu, apakah kegagalan itu?
Kegagalan adalah suatu hasil yang tidak terelakkan dari pikiran, pilihan, sikap, dan tindakan kita yang keliru. Kegagalan merupakan konsekuensi akumulatif dari cara berpikir dan pilihan kita yang keliru selama ini. Kegagalan merupakan akibat dari cara bersikap dan tindakan kita yang salah yang kita ulang-ulang setiap hari. Jim Rohn membuat definisi formula kegagalan dengan sederhana namun substantif: failure is nothing more than a few errors in judgement repeated everyday”, yakni, kegagalan tidak lebih daripada sedikit kesalahan dalam mengambil keputusan yang kita ulangi setiap hari”.

Persoalannya sekarang, mengapa kita melakukan kesalahan dalam mengambil keputusan dan dengan begitu naifnya kita ulangi setiap hari?

“The answer,” jawab Jim Rohn, “is because he doesn’t think that it matters”; “Jawabannya, karena kita tidak menganggap setiap keputusan, pilihan, dan tindakan yang kita ambil setiap hari tersebut sebagai sesuatu yang sangat penting”. Pilihan keliru yang kita lakukan, umumnya tidak langsung memberikan hasil negatif yang bersifat spontan tepat pada saat kita melakukan pilihan yang kelitu tersebut. Sikap dan tindakan kita yang salah, lazimnya tidak dapat kita ukur, lihat, dan rasakan dampak negatifnya secara langsung.

Jika kita tidak merasa gelisah dengan tidak merampungkan membaca sebuah buku bagus yang sudah kita agendakan dalam waktu sepuluh hari, ketidakdisiplinan dalam membaca ini tidak akan memberi suatu dampak secara langsung bagi kehidupan yang tengah kita jalani. Karena tidak ada dampak drastis yang terjadi dalam kehidupan kita setelah sepuluh hari pertama, kita mengulangi lagi untuk tidak mengkhatamkan membaca buku bagus dalam waktu sepuluh hari selanjutnya. Dan begitu seterusnya, sehingga bersifat akumulatif dalam jangka waktu yang panjang.

Mengapa demikian?
Because we don’t think that reading matters. Tepat disinilah terletak bahayanya: jauh lebih buruk daripada tidak membaca buku bagus tersebut adalah ketidaksadaran kita bahwa membaca itu sangat penting.

Orang-orang yang sangat senang menikmati makanan-makanan instan yang tidak baik, sedang memasukkan dampak buruk bagi kesehatan mereka di masa depan. Tapi kenikmatan makanan-makanan instan tersebut mengalahkan kesadaran tentang konsekuensi buruk di masa depan. Orang-orang yang merokok dan minum-minuman keras secara berlebihan, setiap hari demi hari, akan menganggap semua itu tidak memberi dampak negatif seketika bagi mereka. Sehingga mereka menganggap semua tindakan negatif yang mereka lakukan itu bukan persoalan yang penting.

Orang-orang yang terbiasa menjalani rutinitas kehidupannya secara berantakan dan tidak terprogram, tanpa komitmen dan kedisiplinan, karena mereka menilai semua itu tidak penting bagi kehidupan mereka. Mereka tidak merasakan langsung akibat buruk dari menjalani kehidupan yang tanpa rencana, tanpa komitmen, dan tanpa disiplin tersebut. Karena itulah, mereka justru menikmati rutinitas kehidupan yang keliru secara berulang-ulang hingga bertahun-tahun lamanya. Lagi-lagi persoalannya, karena konsekuensinya tidak bersifat langsung seketika, maka kita cenderung menilai tidak penting setiap pilihan dan keputusan yang kita ambil; Kita menganggap tidak penting setiap sikap dan tindakan yang kita jalani.

Karena tidak ada dampak kebodohan secara langsung pada nalar kita dengan tidak merampungkan bacaan buku yang bagus, kita cenderung mengulangi untuk tidak membaca buku bagus lagi. Karena tidak ada efek buruk bagi kesehatan kita secara langsung dengan makanan-makanan buruk, merokok, dan minum-minuman keras, kita mengulangi kebiasaan negatif tersebut. Karena kita tidak langsung mengalami kegagalan dengan menjalani hidup tanpa komitmen dan kedisiplinan, maka kita malah menikmati kehidupan kita yang tanpa target, tanpa rencana, dan tanpa arah yang pasti.

Akan tetapi, setelah beberapa waktu berlalu dalam hitungan bulan atau tahun, ketika kita membutuhkan insight dalam buku-buku bagus yang tidak rampung kita baca, kita baru merasakan dampak negatifnya. Ketika beberapa tahun kemudian atau di masa tua kita mengalami berbagai penyakit komplikasi akibat kebiasaan buruk kita mengkonsumsi makanan-makanan buruk, merokok berat, dan meminum minuman keras, baru kita mengakui kebiasaan buruk kita sebelumnya. Dan tatkala kegagalan demi kegagalan hidup menyambangi perjuangan kita dalam menggapai prestasi, saat itulah kita menyadari kekeliruan kita dalam menjalani hidup tanpa rencana, tanpa komitmen dan tanpa kedisiplinan yang baik.

Dalam sebuah contoh demonstratif di atas, kita melihat bahwa kegagalan yang kita alami bersifat akumulatif: yakni sebagai akibat jangka panjang dari setiap pilihan, sikap, dan tindakan keliru yang telah kita lakukan setiap hari selama bertahun-tahun secara berulang-ulang. Kegagalan demi kegagalan yang kita alami bukan bersifat spontanitas; Kegagalan demi kegagalan yang kita alami bukan bersifat instan.

Karena itulah, kata Jim Rohn, kita harus menyadari bahwa setiap pilihan, sikap, dan tindakan keliru yang kita ambil hari ini pasti membawa dampak negatif di masa depan. Dengan kesadaran jernih ini, kita harus berhati-hati dalam setiap pilihan, sikap, dan keputusan yang kita ambil. Sebab semuanya akan membawa efek di masa depan, baik efek negatif maupun efek positif.

Sampai di sini, perbincangan kita perlu dilanjutkan tentang makna kesuksesan. What is success? Apakah kesuksesan itu? Lazimnya, lagi-lagi sama dengan kegagalan, ketika berpikir tentang kesuksesan, asosiasi kita berhubungan dengan hasil akhir dari perbuatan yang kita kerjakan. Kesuksesan adalah ketika kita menang dalam sebuah kompetisi besar. Kesuksesan adalah ketika sasaran kita sesuai target yang telah kita tetapkan dari awal. Kesuksesan adalah tatkala kita dapat menggapai berbagai hal yang kita impikan. Kesuksesan adalah tatkala kita lulus dalam seleksi wawancara di sebuah perusahaan besar yang kita dambakan. Kesuksesan adalah sewaktu kita lulus menjalani seleksi ujian di sebuah perguruan tinggi bereputasi dan bergengsi. Kesuksesan adalah tatkala kita juga lulus mengikui seleksi masuk CPNS. Sederhananya, kesuksesan merupakan hasil akhir yang sesuai dengan harapan, keinginan, cita-cita, dan target yang telah kita rancang sebelumnya.

Benarkah begitu?
Lagi-lagi Jim Rohn memberi jawaban yang berbeda. Ia menurunkan formula kesuksesan yang sederhana namun menyadarkan kita: Success is a few simple disciplines practiced every day, “Yakni sedikit demi sedikit tindakan disiplin sederhana yang kita kerjakan setiap hari”. Kembali kepada contoh-contoh sebelumnya. Kalau kita membiasakan diri mengkhatamkan sebuah buku bagus dalam setiap sepuluh hari sekali, dalam waktu beberapa bulan atau beberapa tahun ke depan, nalar kita akan menjadi tercerahkan dengan pelbagai wawasan yang kita serap sebelumnya.

Kalau kita sekarang selalu mengkonsumsi makanan-makanan yang bergizi dan sehat, maka di masa depan tubuh kita akan tetap sehat dan bugar. Kalau kita menjauhi rokok dan minum minuman keras, maka kita akan terhindarkan dari penyakit-penyakit berbahaya di masa tua. Dan kalau kita sudah membiasakan diri kita menjalani kehidupan sehari-hari kita dengan penuh komitmen dan kedisiplinan saat ini, maka kita tinggal menuai berbagai bentuk keberhasilan di masa depan nanti.

Begitulah seterusnya. Kita bisa menghubungakan dengan pelbagai macam kesuksesan yang hendak kita gapai dalam kehidupan ini. Setiap kesuksesan yang kita raih bersifat akumulatif: sebagai akibat jangka panjang dari setiap pilihan, keputusan, dan tindakan positif yang kita lakukan setiap hari selama bertahun-tahun secara berulang-ulang. There is no instant conseqences: tidak ada kesuksesan yang bersifat instan; tidak ada keberhasilan yang bersifat spontanitas.
Tapi sayangnya, kita jarang memiliki perspektif jangka panjang seperti ini. Seringkali kita tidak menyadari tentang konsekuensi jangka panjang dari pelbagai pilihan dan tindakan yang kita ambil saat ini. Ironinya, perspektif ini pula yang kita terapkan ketika melihat berbagai bentuk kesuksesan yang telah diraih oleh orang lain. Kita cenderung hanya melihat pada puncak dan buah kesuksesan yang mereka raih, bukan prosesnya.

Dalam konteks ini, konsep kesuksesan yang digulirkan oleh Jim Rohn selaras dengan makna kesuksesan yang disuarakan oleh Zig Ziglar. Kata Zig Ziglar, kesuksesan otentik itu bagaikan fenomena gunung es yang tampak di permukaan samudera. Kebanyakan kita melihat kesuksesan yang diraih seseorang hanya di permukaan gunung kesuksesan: terkenal, hebat, kaya raya, mempunyai rumah megah dan kendaraan mewah, penuh dengan kegembiraan dan kebahagiaan hidup, serta dihormati & dikagumi banyak orang.

Ketika menyaksikan semua prestasi yang membanggakan tersebut, setiap kita amat mendambakan semua mahkota kemenangan yang telah mereka raih. Padahal untuk mencapai maqom mereka, kita juga harus menjalankan prinsip universal ini: To have what few have, we must do what few do, Untuk bisa memiliki semesta prestasi dan kesuksesan yang telah dimiliki oleh segelintir orang-orang sukses, kita juga harus bersedia mengerjakan semua syarat kesuksesan yang telah dikerjakan oleh mereka.

Sebab, yang seringkali tidak kita saksikan adalah di bagian bawah gunung es kesuksesan tersebut. Di bawah permukaan gunung es kesuksesan itu terdapat sejumlah komponen yang menopang puncaknya: keteguhan, kesabaran, kegigihan, penolakan dan hinaan, perjuangan panjang dan pengorbanan yang melelahkan, kerja keras, membangun komitmen, disiplin, dan kebiasaan-kebiasaan yang baik, fokus pada tujuan, serta pantang menyerah.

Seandainya saja menggapai kesuksesan otentik itu mudah, niscaya hampir setiap kita telah menggenggam kesuksesan otentik tersebut. Seandainya saja mendapatkan mutiara itu mudah, niscaya setiap kita telah memilikinya.

Kembali kepada makna kegagalan dan kesuksesan di atas, Jim Rohn memberikan advis bijak kepada kita: “We must have long-term perspective”, “Kita harus memiliki perspektif jangka panjang.”

Setiap pilihan, keputusan, dan tindakan yang kita lakukan hari ini, sekecil apapun, baik positif maupun negatif, akan mempunyai konsekuensi jangka panjang di masa depan. Sebagaimana tindakan negatif akan membawa konsekuensi negatif bagi masa depan kita secara akumulatif, begitu juga setiap tindakan positif akan menyebabkan akibat positif bagi masa depan kita secara akumulatif. Sehingga dengan perspektif jangka panjang inilah, kita akan benar-benar mampu mengambil keputusan dengan arif bijaksana: kita merenda helai demi helai perbuatan positif setiap hari, mulai hari ini, karena kita sadar akan membuahkan kesuksesan esok hari di masa depan.

 

Bagikan

Tinggalkan Komentar

Please enter your comment!
Please enter your name here