Ramadan Momen Spesial 02

0
45

Ramadan adalah momen spesial. Karena, hanya pada bulan Ramadan kita dapat memburu malam kemuliaan yaitu Lailatul Qadar. Allah  Ta’ala merahasiakan jadwal kedatangannya boleh jadi agar kita bersungguh-sungguh meraihnya. Semoga kisah berikut ini dapat membantu kita untuk bersungguh-sungguh meraih “Lailatul Qadar”.

 

Ramadan adalah momen spesial  tidak hanya untuk menempa diri menjadi pribadi dengan predikat takwa sebagai bekal ke kampung akhirat. Tetapi juga merupakan  momen spesial untuk bertemu dengan ‘Lailatur Qadar’. Kalaupun tidak bisa bertemu dengan Lailatul Qadar maka setidaknya bisa merasakan nuansa ‘Lailatul Qadar’. 

 

 Adalah An. Seorang perempuan yang berusaha istiqamah menjalankan  amalan sunah seperti salat sunah Tahajud dan Dhuha, tilawah, puasa Senin Kamis, bersedekah setidaknya setiap Jumat, dan dzikrullah. Tentu saja selain istiqamah mengerjakan ibadah wajib. Setelah kehilangan buah hatinya karena kecelakaan, An merasa ada sesuatu yang hilang dari dirinya. Terkadang  An merasa kakinya menginjak bumi, tetapi jiwanya  melayang ke langit.

 

Pada Ramadan pasca kematian anaknya, An  tidak ingin  kehilangan sebuah momen istimewa pada sepuluh terakhir bulan Ramadan.   Oleh karena itu setelah suami dan anak-anaknya pergi, An pergi ke belakang. Dari balik pintu dapur, An mengintai langit.

 

Demi meraih Lailatul Qadar,  An rela begadang sejak  sepuluh malam terakhir bulan Ramadan.

 

 Ego An berontak terhadap  kebiasaan barunya itu. Didorong oleh rasa penasaran, Ego  An bertanya kepada lubuk hati An,”Mengapa kau sering mengintai langit, An ?”   

 

An masih memakai mukenahnya. Ketika menguak pintu belakang, lubuk hati An menjawab pertanyaan egonya , “Siapa tahu aku dapat meraih  Lailatur Qadar.”

 

“Lailatur Qadar? Malam seribu bulan?” Ego bertanya penasaran.

 

“Iya. Malam ketika  dosa-dosa diampuni Nya. Doa-doa dikabulkan-Nya.”

 

Serta merta Ego An menyahut, “Mimpi  kamu! Ahli ibadah saja sulit mendapatkan Lailatul Qadar,  apalagi kamu yang  masih terbata- bata membaca Alquran. 

Sejenak An terdiam. An mematung menatap langit. Tetapi,  An tak membiarkan waktunya berlalu begitu saja.  An berusaha melewati malamnya dengan  mengucapkan  bacaan tasbih, tahlil , tahmid, sholawat, istighfar dan  doa untuk menyambut kedatangan lailatul qadar, sebagaimana yang diriwayatkan  Aisyah RA  

“Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, jika aku menjumpai satu malam yang merupakan lailatul qadar, apa yang aku ucapkan?

 

Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam menjawab, ” Ucapkanlah,  

اللهم انك  عفو تحب العفو فاعف عنى

“Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbull ‘afwa fa’fu anni”

Ya Allah, sesungguhnya Engkau Dzat yang Maha Pemaaf dan Pemurah, maafkanlah aku”

(HR At-Turmudzi no. 3513 dan Ibnu Majah no.3850)

 

Setelah langit tidak menunjukkan tanda-tanda kehadiran Lailatul Qadar,  An memasuki kamarnya. An menuju tempatnya salat. Lalu An  duduk di atas sajadahnya dalam waktu yang lama. An ingin menghidupkan malam Lailatul Qadar seperti kebiasaan para ulama dahulu.   Al-Hafizh Ibnu Hajar  mengatakan  bahwa makna “menghidupkan malam lailatul qadar” adalah begadang pada malam tersebut dengan melakukan ketaatan.  Sedangkan menurut An-Nawawi  makna “menghidupkan lailatul qadar” adalah menghabiskan waktu malam tersebut dengan begadang untuk melaksanakan salat dan amal ibadah lainnya. 

 

Usai salat witir,  An membaca Al-Qur’an. Meskipun masih terbata-bata An bertekad mengkhatamkan Al Qur’an pada bulan Ramadan tahun itu.

 

Pada malam kelima pada sepuluh terakhir bulan Ramadan. Sebelum melanjutkan salat Tahajudnya, An menyempatkan diri mengintai langit.

 

Tiba-tiba Ego bertanya kepada Lubuk hati  An . “Apakah kamu sudah mendapatkan Laitul Qadar, An?” Ego dengan nada mencibir.

 

Lubuk hati An tersentak dan menjawab singkat, “Belum!” Lalu An  kembali mengintai langit.

 

“Intai terus itu langitnya! Biar kakimu sampai bengkak. Kamu takkan mendapatkan  Lailatul Qadar.” Ego An mencibir. 

 

Lubuk Hati

An tak menggubrisnya. An tetap berusaha mengejar Laitul Qadar.

 

Malam ketujuh. Ketika mengintai Langit, An belum melihat tanda-tanda Lailatul Qadar. Meskipun demikian An  tidak mau berputus asa dari  rahmat Nya. An  tetap  memohon kepada-Nya agar diberi kesempatan mendapatkan Lailatul Qadar. 

 

“Sudahlah, An.  Tidur saja! Kamu tidak bakal mendapatkan Lailatul Qadar!” Ego An berkata ketus.

 

Akhirnya sampailah pada malam ganjil terakhir bulan Ramadhan. Di tempat salatnya, An  mulai gelisah. 

 

 “Jangan- jangan pada malam ini pun aku tak mendapatkan Laitul Qadar.”  An berkata dalam hati sambil meremas- remas mukenahnya. Tetapi, An segera menepis kekhawatirannya. “Bukankah Allah itu mengikuti persangkaan hamba- Nya? Ya, An harus yakin, betul- betul yakin bahwa Allah akan mengabulkan doa An” Lubuk Hati membisiki An.           

 

Beberapa detik berlalu. An  bangkit dari tempatnya salat. Tiba-tiba An  merasakan keanehan. Jam dinding yang menempel di dinding ruang keluarga berhenti berdetak. Binatang jangkrik di sekitar rumahnya yang biasanya bersuara nyaring, mendadak  berhenti mengerik. 

 

Udara malam yang dingin  mendadak berubah hangat. Serta merta An merasa tubuhnya hangat meskipun An tidak mengenakan “sweater”

 

Suasana hening beberapa saat lamanya. Lalu An  bergegas menuju halaman rumah belakang. Setelah membuka  matanya lebar-lebar, mulut  An ternganga lantaran menyaksikan pemandangan langit  yang begitu menakjubkan.  Tidak seperti biasanya. Langit tampak terang  benderang. 

 

 ‘Masya Allah!” An berseru di dalam hati. “Inikah Lailatul Qadar, wahai Rabb-ku? Kalau memang benar Lailatul Qadar maka berilah hamba tanda bukti dengan mengabulkan doa- doaku ini…”        

 

Beberapa tahun kemudian  doa-doa An  dikabulkan-Nya yaitu memiliki dua anak: laki-laki dan perempuan penghafal Alquran dan rumah yang lebih bagus dari rumah kontrakannya.  Padahal An tergolong orang yang tidak mampu memasukkan anak-anaknya ke pondok tahfidz apalagi membeli rumah permanen dengan kebun hortikultura. Karena, penghasilannya per bulan  ketika itu jauh di bawah UMR Upah Minimun Rata-rata  bawah kotanya.

 

Bondowoso, 30/04/2024.

Bagikan

Tinggalkan Komentar

Please enter your comment!
Please enter your name here