Teguh dan Konsisten

0
292

Oleh Agus Hariono

Ini adalah kisah seorang penguasa yang kemudian memilih jalan sufi. Dia adalah Ibrahim bin Adham. Dengan memilih jalan sufi sesungguhnya Ibrahim telah meninggalkan baju, pedang emas dan sorbannya yang berhias permata. Dalam kondisi tersebut dia hanya mempunyai sebuah baju wol kasar yang sudah robek-robek.

Suatu ketika dia duduk di pinggir sungai dan mengeluarkan jarum hendak menjahit bajunya yang robek. Tetapi tiba-tiba saja jarum yang dipegangnya itu jatuh dan tenggelam ke dalam sungai. Dia gagal menjahit pakaian satu-satunya itu. Sepertinya dia telah menjadi orang paling miskin gara-gara jarum yang tercebur ke sungai.

Ketika itu, ada seorang laki-laki memperhatikannya, tanpa dia sadari. Laki-laki itu tahu betul bagaimana keadaan Ibrahim ketika masih menjadi penguasa dan kaya raya. Kini Ibrahim tak lebih seorang yang paling malang di dunia. Baru saja laki-laki itu selesai memikirkan nasib Ibrahim. Dilihatnya Ibrahim memandangi sungai dan berkata, “Mana jarumku?”

Seketika itu juga, keluarlah beribu ikan dari dalam sungai. Tiap-tiap mulut ikan itu mengeluarkan jarum yang terbuat dari emas. Ibrahim berkata, “Aku hanya minta jarumku. Bukan jarum dari emas.” Ketika itu muncullah ikan dari dalam sungai dengan menggigit jarum milik Ibrahim yang terjatuh tadi. Ibrahim segera mengambilnya dan melanjutkan pekerjaannya.

Laki-laki itu pun menyadari apa gerangan yang diperoleh Ibrahim dalam kondisi kefakirannya selama ini yang tentu saja tak diperoleh ketika dalam keadaan kaya. Hal itu adalah kejujuran dan kesederhanaan serta menjaga diri dari nafsu duniawi.

Kira-kira kisah ini tidak mungkin terjadi di zaman sekarang. Kisah yang menggambarkan keteguhan dan konsistensi pada pilihan hidup. Hidup ini pilihan. Tetapi tidak jarang justru orang tidak konsisten dengan pilihan hidupnya. Mudah terombang-ambing, unkonsisten, serta tidak teguh pada pilihan hidupnya, suka tergoda, suka terpikat dengan pilihan-pilihan lain yang kelihatannya lebih baik.

Kalau melihat kembali kisah di atas, betapa teguh dan konsistennya Ibrahim, memilih kenyataan sulit dan menderita. Mungkin hampir tidak ada orang yang mau memilih jalan seperti Ibrahim. Dari orang yang bergelimang harga, menjadi orang yang hidup sengsara. Memiliki hanya satu baju lusuh dan robek.

Sungguh pilihan hidup yang tidak mudah. Apalagi bila dikontekskan pada kehidupan sekarang, tentu bukan lagi pilihan hidup tapi petaka. Bahkan mungkin saja dianggap tidak normal. Akan tetapi yang hendak diketengahkan, bukan pilihan hidupnya, namun sikap teguh dan konsisten pada pilihannya yang perlu kita diteladani.

Tidak hanya itu, dia juga merupakan orang yang sudah selesai dengan hidupnya. Jarumnya yang tercebur ke dalam sungai, lalu ketika dia bertanya, mana jarumku, seketika muncul beribu ikan dari dasar sungai, yang masing-masing ikan membawa jarum yang terbuat dari emas. Bukankah itu namannya godaan. Godaan baginya untuk kembali bergelimang harta.

Yang tercebur hanya jarum biasa, tapi diganti dengan jarum yang terbuat dari emas. Kalau bukan orang yang jujur lagi teguh, tentu dia akan mengambil ribuan jarum yang terbuat dari emas tersebut. Tetapi apa yang dia minta? Meskipun ada ribuan ikan yang membawa jarum terbuat dari emas, namun dia hanya meminta jarumnya, yang biasa.

Tindakan Ibrahim menjahit bajunya sendiri merupakan bukti konsistenya terhadap jalan hidup yang dipilihnya. Dia merupakan yang sudah mencapai keseimbangan dalam hatinya. Dari kisah ini kita belajar bahwa dalam memilih jalan kebaikan apa pun, pasti akan menghadapi godaan.

Oleh karena itu, diperlukan keteguhan dan konsistensi dalam menjaga dan mempertahankan jalan kebaikan yang telah kita pilih. Semakin jauh jalan kebaikan kita tempuh, semakin besar pula gondaan menghampiri. Dalam peribahasa disebutkan, “Semakin tinggi pohon tentu semakin kencang pula angin yang meniupnya.”

Wallahu a’lam!

Ngasem, 25 Juli 2023

Bagikan

Tinggalkan Komentar

Please enter your comment!
Please enter your name here