Al-Quran terdiri atas 114 surat yang terbagi dalam 30 juz. Surat pertama ialah Al-Fatihah (Pembukaan), dan terakhir An-Nas (Manusia). Menurut perhitungan ulama kotakata yang berada di tengah-tengah juz 15 Al-Quran ialah walyatalaththaf – hendaklah berlaku lemah lembut (QS Al-Kahfi/18:19). Itulah jantung Al-Quran.
Al-Quran adalah petunjuk bagi mereka yang beriman kepada yang gaib, mendirikan shalat, menafkahkan sebagian rezeki yang dianugerahkan Allah kepada mereka, beriman kepada Al-Quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, dan Kitab-kitab terdahulu, serta meyakini kehidupan akhirat. Itulah orang-orang yang bertakwa, berkat petunjuk Tuhan. Merekalah orang yang beruntung. Demikian, intisari QS Al-Baqarah/2:1-5.
Menurut Abdullah Darraz, ayat-ayat Al-Quran bagaikan intan. Setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dari apa yang terpancar dari sudut-sudut yang lain. Tidak mustahil, jika Anda mempersilakan orang lain memandangnya, maka ia akan melihat lebih banyak ketimbang apa yang Anda lihat.
Al-Quran adalah pengantin wanita yang menyembunyikan wajahnya. Bila engkau membuka cadarnya dan tidak mendapatkan kebahagiaan, itu karena caramu membuka cadar telah menipu dirimu sendiri. Apabila engkau mencari kebaikan darinya, ia akan menunjukkan wajahnya, tanpa perlu kaubuka cadarnya. Demikian, tulis Jalaluddin Rumi.
Masih menurut Jalaluddin Rumi, bila Anda membaca Al-Quran dengan mata, maka Anda akan menemukan kata-kata. Bila Anda membacanya dengan pikiran, Anda akan menemukan pengetahuan. Bila Anda membacanya dengan hati, Anda akan menemukan cinta. Dan jika Anda membacanya sepenuh jiwa, Anda akan melihat Tuhan.
“Al-Quran adalah jaring untuk menangkap jiwa manusia. Seperti ikan, manusia berenang dari satu tempat ke tempat lain, dan Tuhan memasang jaring ke dalam mana manusia terjerat, demi kebahagiaannya sendiri,” kata Fritjof Schuon.
Menurut Mohammed Arkoun Al-Quran memberikan kemungkinan arti yang tak terbatas. Ayat-ayatnya selalu terbuka untuk interpretasi baru; tidak pernah pasti dan tertutup dalam interpretasi tunggal.
Muhammad ‘Ata al-Sid menulis bahwa tak seorang pun dalam Islam yang mengklaim dirinya sebagai otoritas atas, dan penjaga pemahaman yang tepat mengenai Al-Quran. Seluruh umat Islam bertanggung jawab terhadap pengabadian, pengembangan pemahaman yang tepat, dan implementasi ideal-ideal Al-Quran.
Al-Quran adalah “karya keagamaan”, kitab petunjuk. Untuk mencapai petunjuk itu kita harus menafsirkannya. Al-Quran adalah pesan Tuhan yang memiliki kode dan “saluran” berupa bahasa Arab. Kita membutuhkan analisis teks lebih dari disiplin filologi yang menempatkan Al-Quran sebagai teks poetik yang terstruktur. Al-Quran bukan teks puisi, melainkan teks keagamaan yang memiliki banyak fungsi. Demikian pandangan Navid Kermani.
Komaruddin Hidayat mencatat bahwa Al-Quran memiliki keampuhan bahasa yang tak tertandingi, baik bentuk, gaya, maupun isi pesan yang dikandungnya. Kekuatan penggerak bahasa Al-Quran terletak pada kemampuan dan keampuhannya menghadirkan ide-ide ketuhanan, kemanusiaan, dan wawasan kosmik, yang sama sekali baru dari kepercayaan paganisme Arab, yang sulit diingkari kebenarannya oleh nalar sehat dan hati yang jernih dan terbuka.
- Quraish Shihab berpesan, “Jika Anda ingin berbicara dengan Allah, berdoalah, dan jika Anda ingin Allah berbicara dengan Anda, bacalah Al-Quran.” Lebih lanjut M. Quraish Shihab mengemukakan beberapa penyebab kesalahan penafsiran Al-Quran: (1) subjektivitas mufasir; (2) kesalahan metode penafsiran; (3) kedangkalan ilmu alat bahasa Arab; (4) kedangkalan pengetahuan tentang pembicaraan ayat; (5) tidak memperhatikan konteks asbabun-nuzul; (6) tidak memperhatikan siapa pembicara, dan kepada siapa pembicaraan itu.
Dalam salah satu bait puisinya Mohammad Iqbal menulis,
Tak seorang pun tahu rahasia
Hingga seorang mukmin
Ia tampak sebagai pembaca
Namun Kitab itu ialah dirinya sendiri.
Ayat Al-Quran yang mengungkapkan tentang cahaya sedemikian ekstensif, inspiratif, dahsyat, dan cemerlang ialah An-Nur/24:35 berikut.
۞ٱللَّهُ نُورُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۚ مَثَلُ نُورِهِۦ كَمِشۡكَوٰةٖ فِيهَا مِصۡبَاحٌۖ ٱلۡمِصۡبَاحُ فِي زُجَاجَةٍۖ ٱلزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوۡكَبٞ دُرِّيّٞ يُوقَدُ مِن شَجَرَةٖ مُّبَٰرَكَةٖ زَيۡتُونَةٖ لَّا شَرۡقِيَّةٖ وَلَا غَرۡبِيَّةٖ يَكَادُ زَيۡتُهَا يُضِيٓءُ وَلَوۡ لَمۡ تَمۡسَسۡهُ نَارٞۚ نُّورٌ عَلَىٰ نُورٖۚ يَهۡدِي ٱللَّهُ لِنُورِهِۦ مَن يَشَآءُۚ وَيَضۡرِبُ ٱللَّهُ ٱلۡأَمۡثَٰلَ لِلنَّاسِۗ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٞ
Allah adalah Cahaya langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya adalah seperti sebuah rongga di dalamnya ada sebuah pelita. Pelita itu dalam bola kaca, dan bola kaca itu laksana bintang berkilau, dinyalakan dengan minyak dari pohon yang diberkati, pohon zaitun, tidak di timur, dan tidak di barat; minyaknya hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya. Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa saja yang Ia kehendaki, Allah memberikan perumpamaan-perumpamaan kepada manusia, dan Allah Maha Tahu atas segalanya.
Abdullah Yusuf Ali mengantarkan terjemah dan tafsir ayat tersebut dengan puisi berikut.
Allah adalah Cahaya langit dan bumi
Nun jauh mengatasi kehidupan kita yang kecil ini
Ia menerangi jiwa kita dan menembus ke lubuk terdalam diri kita
Sementara cahayanya begitu murni dan pekat
Sehingga makhluk yang kasar memerlukan cadar
Untuk menerima-sinar-Nya, yang dipilih-Nya senantiasa
Terserap dalam doa dan puja dan budi mulia
Penuh kasih saying, berlainan dengan bala Kelam,
Berjuang dalam Gua Gelap penuh kebusukan
Dan kepalsuan.
Seluruh alam menyanyikan keagungan Allah
dan manusia yang busuk dan culas
Adalah pemberontak dalam Kerajaan Allah.
Cahaya adalah lawan kegelapan, dan kebenaran adalah lawan kesalahan.
Tak ada pemaksaan dalam soal agama. Jelas bedanya yang benar dari yang salah. Siapa yang menolak Setan dan beriman kepada Allah, ia telah berpegang teguh dengan genggaman tangan yang tidak akan lepas. Dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (QS Al-Baqarah/2:256)
Allah swt mengeluarkan orang-orang beriman dari kegelapan menuju cahaya, sedangkan Setan mengeluarkan orang-orang kafir dari cahaya menuju kegelapan.
Allah Pelindung mereka yang beriman, mengeluarkan mereka dari jurang kegelapan kekafiran ke dalam cahaya iman; dan mereka yang kafir, pelindungnya adalah Setan: mengeluarkan mereka dari cahaya ke jurang kegelapan. Mereka itulah penghuni neraka, di sana mereka tinggal selamanya. (QS Al-Baqarah/2:257)
Berkenaan dengan cahaya, Allah swt menggambarkan kelakuan orang-orang munafik demikian.
Perumpamaan mereka seperti orang yang menyalakan api; setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah mengambil cahaya dari mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Tuli, bisu dan buta, mereka tak dpat Kembali. Atau sebuah perumpamaan lain, seperti awan dari langit yang mengandung hujan, gelap, guruh, dan kilat. Mereka menekankan jari-jari ke telinga, mau menghindari suara petir, karena takut mati. Allah meliputi mereka yang tak beriman. Kilat hampir menyambar penglihatan mereka. Setiap kali menyinari, mereka melangkah lagi, dan bila gelap menyelimuti mereka, mereka berhenti. Bila Allah menghendaki, akan dihilangkan-Nya pendengaran dan penglihatan mereka. Allah berkuasa atas segalanya. (QS Al-Baqarah/2:17-20)
Segala puji bagi Allah Yang menciptakan langit dan bumi, dan menjadikan gelap dan cahaya. Sungguhpun begitu, orang-orang yang ingkar menyamakan Tuhan dengan yang lain. (QS Al-An’am/6:1)
Semoga Allah swt memancarkan dan melimpahkan cahaya-Nya kepada kita.
*Prof. Dr. H. Muhammad Chirzin, M.Ag., Guru Besar Tafsir Al-Quran UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, penulis 64 buku.