Oleh Agus Hariono
Sebagai makhluk yang berbeda dengan lainnya—yang bergerak atas dasar insting dan kebiasaan—manusia memiliki akal pikir. Dengan akal pikir manusia disebut makhluk intelektual. Dengan akal pikir pula, manusia bisa memilih, mana yang menyenangkan dan mana yang tidak menyedihkan, mana yang sulit dan mana yang mudah, mana yang perlu pengorbanan dan mana yang tidak.
Pilihan-pilihan di atas ditentukan oleh akal pikir manusia. Tidak hanya persoalan di atas , namun disiplin juga menjadi bagian dari kerja akal pikir manusia. Betapa tidak, disiplin merupakan salah satu nilai universal yang kebanyakan orang berusaha untuk mengamalkannya, meskipun itu tidak mudah. Karena tidak mudah itulah kadang manusia cenderung menggunakan akal pikirnya untuk tidak memilih nilai disiplin sebagai amalan hariannya.
Menjadi orang disiplin itu memang tidak mudah. Selain perlu pengorbanan, juga perlu usaha keras, meski kadang juga menyakitkan. Ya, itulah manusia, sukanya yang mudah-mudah. Seperti kata Mc Cleland, “Human being is a lazy organism.” Bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk yang malas. Tidak suka yang sulit-sulit, tidak suka yang berat-berat, tidak suka yang menyakitkan dan seterusnya. Kendati ada sebagian yang tidak, namun jumlahnya sangat kecil.
Meski jumlahnya sedikit, tapi masih banyak orang yang berusaha menjadi berdisiplin. Menjadikan disiplin sebagai bagian dari karakternya. Menjadikan disiplin sebagai kebiasaannya. Namun demikian, disiplin bukanlah sesuatu yang rutin. Disiplin adalah sebuah komitmen. Walaupun semua telah berubah, kalau kita masih berkomitmen, maka kita akan selalu siap untuk menghadapinya.
Untuk menjadi seorang yang berdisiplin, tentu kita harus tahu lebih dahulu tentang tipologi diri kita sendiri. Kita ini termasuk tipe orang yang seperti apa dalam hal berdisiplin. Selanjutnya, baru melatih kedisiplinan dengan cara yang sesuai dengan tipe kita. Setidaknya, menurut Rhenald Kasali ada tiga jenis disiplin yang perlu dikenali untuk membentuk diri kita menjadi orang yang berdisiplin, yaitu forced discipline, self discipline, dan indisiplin.
Forced discipline adalah disiplin yang digerakkan oleh orang lain. Self discipline adalah disiplin yang berasal dari dalam diri. Sedangkan indisiplin adalah perilaku yang tidak berdisplin atau perilaku menyimpang dari berdisiplin.
Jika kita termasuk dalam jenis yang pertama, maka, kita tidak boleh risih ketika orang lain membantu kita dalam mendisiplinkan diri kita. Orang lain itu misalnya, guru kita, atasan kita, orang tua kita, pelatih kita, direktur kita atau pemimpin kita. Kita harus rela dan legowo selama tidak melewati batas-batas kewajaran. Dan kita pun memang harus benar-benar memiliki niat untuk mengubah diri kita dari tidak disiplin menjadi disiplin. Tantangannya bagi tipe ini adalah egois dan gengsi. Maka dari itu, demi tujuan yang mulia, setidaknya kita mengontrol ego dan gengsi kita.
Selanjutnya jenis kedua, disiplin berasal dari dalam diri. Melihat “dari dalam diri,” sudah terbayang bahwa ini sangat tidak mudah. Karena seolah bertentangan dengan ungkapan Mc Cleland di atas, bahwa manusia adalah makhluk yang malas. Juga sebagaimana orang bijak mengatakan bahwa di dunia ini yang paling sulit adalah melawan diri kita sediri. Nah, ini adalah tantangan yang luar biasa. Namun demikian, bagi siapa saja yang sukses pada tipe ini, maka pastilah dia akan memanen keberhasilan yang besar.
Betapa tidak, bahwa sesuatu yang berasal dari dalam diri itu hilangnya sulit. Karena memang untuk memunculkannya juga tidak mudah. Sehingga setimpal manakala disiplin yang berasal dari dalam diri itu cenderung akan bersifat permanen. Menghujam tajam ke dalam sanubari. Melekat kuat dalam diri. Di sinilah sejatinya disiplin itu menjadi sebuah karakter.
Sedang yang terakhir, apabila kita berada di luar kedua jenis di atas, maka otomatis kita termasuk orang yang indisiplin.Indisiplin berarti menyimpang dari perilaku berdisplin. Seperti melanggar aturan, terlambat, dan sejenisnya. Ketika masuk dalam jenis ini, kita kudu hati-hati, karena orang indisplin itu tidak memiliki ruang di hati masyarakat. Kendati masyarakat yang tidak disiplin sekalipun. Indisiplin itu tidak disukai orang, meski orang tersebut juga tidak disiplin. Dengan sesama indisiplin sendiri tidak disukai dan tidak diterima apalagi dengan yang lain.
Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain selain jenis kesatu dan kedua. Keduanya adalah jenis yang mesti dipunyai oleh makhluk yang bernama manusia, termasuk kita. Sehingga, bagaimana kita menyikapi diri kita yang termasuk dalam salah satu dari kedua jenis di atas. Sikap yang tepat akan menghasilkan capaian yang tepat pula, begitu sebaliknya. Jangan sampai kita termasuk jenis yang ketiga, karena selain tidak memiliki ruang, kita pun harus mengeluarkan energi yang luar biasa besar untuk melatihnya menjadi berdisiplin.
Wallahu a’lam!