Oleh Agus Hariono
Dalam perjalanan hidup selalu dipenuhi dengan masalah dan tantangan. Kedua hal tersebut ada, untuk melatih manusia supaya tangguh dan perkasa. Siapapun kita memang tidak bisa lepas dari masalah dan tantangan. Apapun masalah dan tantangan kita, tentu tidak patut jika disikapi dan diselesaikan dengan berlebihan. Berlebihan bisa berarti sangat lemah atau acuh dalam menyikapi masalah, atau sebaliknya menyikapinya secara berlebihan.
Berlebihan adalah tindakan melakukan atau menyikapi segala sesuatu secara tidak berimbang. Padahal, yang namanya berlebihan, dari sisi mana pun tidak baik. Berlebihan seolah sudah menjadi nilai universal yang hampir semua orang sepakat, bahwa nilai tersebut merupakan nilai yang negatif. Ya, meskipun sekilas tampak ‘lebih’ itu bagus, namun karena mendapat imbuhan “ber” dan “an”, maka makna kata ‘lebih’, menjadi berbeda. Konotasinya pun juga berubah, tidak sebersih dan sepositif kata asalnya.
Tidak berbeda dengan berlebihan, kekurangan pun juga merupakan nilai yang dicap kurang baik. Baik berlebihan maupun kekurangan, semuanya merupakan nilai yang negatif. Supaya kita bisa menyelesaikan masalah dan tantangan dengan efektif dan efisien, maka sikapi segala sesuatu secara proporsional. Sesuai timbangan/takaran/porsi. Tidak terlalu kurang dan tidak pula terlalu berlebih.
Cocok dengan ungkapan yang sangat populer di media sosial. “Bahagia secukupnya, sedih seperlunya, mencintai sewajarnya, membenci ala kadarnya, tetapi bersyukurlah sebanyak-banyaknya. Juga senada dengan ungkapan Ali bin Abi Thalib, “cintailah orang yang kau cintai sekadarnya saja, siapa tahu—pada suatu hari kelak—ia akan berbalik menjadi orang yang kau benci. Dan bencilah orang yang kau benci sekadarnya saja, siapa tahu—pada-suatu hari kelak—ia akan menjadi orang yang kau cintai.”
Dalam melakukan dan menyikapi apa pun, kita memang diharuskan untuk seimbang dan adil. Oleh karena itu, kadang proporsional digunakan untuk mendefinisikan tentang diksi “adil.” Karena adil tidak bisa diimplementasikan berupa suatu yang sama dan memukul rata. Tapi, adil adalah proporsional. Dampak yang sering terjadi dari segala bentuk kelebihan dan kekurangan tersebut, sering kali tidak menyelesaikan masalah dan tantangan, justru menuai permasalahan baru. Sikap dan tindakan proporsional merupakan hal yang paling tepat dilakukan oleh siapa saja, kapan saja dan di mana saja.
Proporsional menjadi diksi yang paling adem untuk digunakan. Dalam diksi tersebut banyak kandungan makna yang tersirat di dalamnya. Bahwa diksi proporsional, berarti menghargai semua orang. Tidak mengurangi tidak pula menambah hak orang lain. Proporsional inilah satu-satunya yang bisa menjawab masalah dan tantangan hidup. Dengan berlaku proporsional berarti kita sudah mengambil sikap “bijak” yang menghindarkan diri dari “terlalu.”
Wallahu a’lam!