JANGAN JADI KAUM PESORAK

0
2264

Oleh : M. Arfan Mu’ammar

Laptop segera saya keluarkan dari koper. Lantas koper saya taruh di rak atas yang ada di dalam kereta. “Saya harus membagi waktu 4 jam ini dengan kegiatan yang produktif”. Celetukku dalam hati.

Perjalanan Surabaya-Jember menempuh waktu kurang lebih 4 jam menggunakan kereta. Di rumah dan di kampus saya tidak punya banyak waktu luang. Ini kesempatan!

4 Jam ini saya bagi menjadi tiga: 2 Jam menonton film (maklum sudah lama gak nonton film, hehe). 1 Jam membaca buku. 30 menit menulis dan 30 menit terakhir tentunya untuk istirahat (alias tidur, haha).

Tujuan saya kali ini adalah ke Bondowoso. Tepatnya di PonPes Darul Istiqomah (Daris) yang di Asuh oleh KH. Masruri. Saya sangat antusias karena :1). ini adalah kopdar Sahabat Pena Nusantara (SPN) pertama bagi saya. 2). PonPes Daris adalah PonPes yang diasuh oleh Ayah dari teman saya di Gontor Fathi Abul Fida 3). Panorama Daris yang memukau (saya lihat dari wall FB. Walaupun kata Yai Masruri, foto itu diambil dengan kamera Fuji Film yang memiliki moto “lebih indah dari warna Aslinya”).

Pembicara dalam kopdar SPN kali ini keren-keren. Walaupun saya sangat berharap bertemu dengan pak Hernowo, tapi rupanya beliau berhalangan hadir. Semoga kopdar ke depan saya bisa bertemu dengan beliau.

Diantara pembicara yang tampil. Saya “jatuh cinta” pada dua pembicara. Pertama pak Much. Khoiri dengan puisi dan kejenakaannya. Kedua dengan Dr. Taufiqi Bravo Viec dengan kharisma dan Aura positifnya yang energik. Saking mahirnya memberi pengaruh, buku beliau “Hypnoteaching and Hypnotheraphy for Brilliant Kids” pernah terjual 1.750 eks dalam sekali pelatihan.

Pak Emcho (sapaan dari pak Much. Khoiri) berujar “lha yo, bukune rego seket. Bati telung puluh ewu. Telung puluh ewu ping 1.750. Wis ketok moto”. “lha ya, harga bukunya lima puluh ribu. Laba tiga puluh ribu. Tiga Puluh ribu dikali 1.750. Sudah terlihat mata hasilnya”. Canda beliau.

Tulisan saya tentang pak Dr. Viqi (sapaan akan Dr. Taufiqi Bravo) akan saya bahas pada tulisan berikutnya.

Tulisan ini terinspirasi puisi pak Emcho yang berjudul “Kaum Pesorak”. Begini puisinya :

KAUM PESORAK
Oleh : Much Khoiri

Ketika mereka masuk koran tiga kali dalam sepekan
Karena Istiqomah menghias kolom halaman depan
Kita berdecak kagum mengacungkan jempol kanan
Lalu kita saling berkata, “Begitu saja kita pasti bisa”.

Ketika mereka masuk acara “Kick Andy” atau “Mata Najwa”
Karena sederet keunikan potensi yang mereka punya
Kita duduk tanpa beringsut menyimak setiap kata-kata
Lalu kita saling berikrar “Tahun depan kita di sana”.

Ketika mereka naik panggung sangat bergengsi
Menerima medali karena prestasi akademik
Kita riuh bertepuk tangan dan memuji-muji
Lalu kita saling berjanji “Kita harus berprestasi”.

Sampailah waktu yang kita janjikan tiba dan berkata :
Manakah bukti kata kalian “Begitu saja kita pasti bisa”
Manakah bukti ikrar kalian “tahun depan kita di sana”
Manakah bukti janji kalian “kita harus berprestasi”

Tidak ada satupun bukti yang rela menyaksikan
Kucuran keringat dan desiran darah perjuangan
Untuk menunjukkan martabat dan kebanggaan
Kita hanya tertunduk lesu merenungi kegagalan

Ya, sesungguhnya kita hanyalah kaum pesorak
Yang tidak pernah melaksanakan janji dan ikrar
Untuk masuk koran tiga kali sepekan karena karya
Untuk masuk acara “Kick Andy” dan “Mata Najwa”
Untuk naik panggung bergengsi karena pencapaian

Ya ya ya, sejatinya kita hanyalah kaum pesorak
Yang hanya mengeluh dan memaki kesibukan
Yang selalu pintar berkata-kata kepada sesama
(karena telah merasa bisa, lalu terbiasa menunda)
Namun nol besar dalam pelaksanaan kata-kata

(Surabaya, 20 Oktober 2016)

Jangan hanya bersemangat bersorak ketika teman atau kolega kita berprestasi seraya berkata “selamat ya, kamu hebat”. Ya memang mereka tersanjung. Tapi mereka tidak butuh itu. Mereka hanya ingin melihat kita juga tersorak. Jangan terus mereka yang tersorak. Mereka juga ingin bersorak.

“Mereka ingin kita tersorak sebagaimana mereka tersorak. Dan mereka ingin bersorak sebagaimana kita bersorak”

Jika kita tidak berubah mulai saat ini. Jika kita tidak mulai melakukan dari detik ini. Jika kita hanya terbuai dengan sorak dan sorak. Maka selamanya kita akan menjadi “Kaum Pesorak”.

Tinggalkan Komentar

Please enter your comment!
Please enter your name here