Oleh: M. Arfan Mu’ammar
Tulisan ini 99% ditulis menggunakan suara, kenapa 99%? karena masih butuh 1% untuk mengeditnya menggunakan jari supaya menjadi tulisan yang sempurna.
Awal mulanya, saya melihat teman sedang merekam orang yang berbicara dalam rapat, saya lihat yang muncul di HPnya bukanlah rekaman suara, tetapi yang muncul di HP nya justru tulisan hasil pembicaraan orang yang sedang direkam tadi.
Dalam hati saya berkata: “wah keren ini, kalau seorang wartawan ingin meliput berita, dia tidak perlu repot-repot mencatat atau merekam suara kemudian mentranskipnya, cukup menggunakan aplikasi ini sudah sangat terbantukan”.
Lalu, saya mencoba mencari aplikasi tersebut di Appstore, tetapi tidak menemukan. Hingga suatu ketika, saya bertemu dengan mahasiswa, dan dia menyampaikan bahwa melalui Microsoft Word yang sudah terinstal di HP, sudah bisa mengubah suara menjadi tulisan.
Akan tetapi setelah saya coba di HP, rupanya tidak bisa, karena sepertinya hanya bisa dilakukan di Android, sedangkan kebetulan HP saya iPhone, sehingga tidak bisa merubah suara itu menjadi sebuah tulisan.
Namun, di iPhone ada aplikasi bawaan yang namanya “notes”, saya biasanya menulis artikel lepas ataupun menulis hasil rapat dan apapun itu di aplikasi “notes” tersebut. Nah secara tidak sengaja, saya menombol tombol mic yang ada di aplikasi notes, kemudian saya berbicara, dan ternyata aplikasi “notes” yang di iPhone itu mampu merubah suara saya menjadi tulisan.
Alangkah bahagianya, akhirnya HP saya bisa merubah suara menjadi tulisan, dan ternyata aplikasi itu sudah ada sejak lama, sayangnya saya baru saja menyadarinya.
Aplikasi yang mampu merubah suara menjadi tulisan ini sangat bermanfaat sekali, jika misalkan saya ceramah atau kultum, saya tidak perlu menuliskannya ulang, tetapi cukup menggunakan suara dan kemudian tentu membaca ulang, lalu sedikit mengeditnya.
Saya jadi teringat sekitar delapan tahun yang lalu, yaitu sekitar tahun 2015. Ketika saya menyusun disertasi, saya mewawancarai sekitar sembilan orang dan merekam wawancara itu di HP, lalu mentranskip hasil wawancara itu, yang setiap orang durasinya sekitar satu jam. Berarti ada sekitar sembilan jam rekaman suara yang harus saya transkip dari suara menjadi sebuah tulisan.
Belum lagi kondisi suara yang tidak jelas, kemudian lamanya waktu untuk mentranskrip. Kalau tidak salah saya membutuhkan sekitar satu hingga dua bulan untuk mentranskrip rekaman hasil wawancara itu. Tentu saya tidak mentranskrip sendiri, saya juga meminta bantuan beberapa mahasiswa untuk mentranskrip wawancara tersebut. Bayangkan jika waktu itu sudah ada aplikasi ini, tentu hal itu sangat diuntungkan dan dimudahkan.
Nah, kebetulan saat ini saya sedang rendah-rendahnya mood untuk menulis, maka saya punya ide untuk memanfaatkan aplikasi ini untuk menulis, dan ini merupakan uji coba tulisan pertama saya yang secara keseluruhan menggunakan suara, tetapi tentu ada peran jari untuk mengedit dan merevisi beberapa tulisan yang kurang pas.
Selain itu, untuk melakukan rekaman yang langsung menjadi tulisan ini harus dilakukan di tempat yang sunyi. Saya tadi mencoba melakukan rekaman di dalam mobil, dari dalam mobil itu sedikit terdengar suara bising mobil ataupun sepeda yang berjalan di jalanan, ternyata aplikasi ini tidak bisa membaca suara saya, sehingga harus dibutuhkan tempat yang agak sunyi dan senyap.
Hal ini menjadi salah satu kelemahan menulis menggunakan suara. Kalau menulis menggunakan jari atau ketikan tangan bisa dilakukan di mana saja, dan kapan saja, misalkan di bandara atau di dalam bus. Kita tetap bisa menulis walaupun kondisinya bising. Akan tetapi, ketika menggunakan suara, kita tidak mungkin melakukannya di dalam kantor, masak tiba-tiba kita bicara sendiri atau misalkan di dalam bus kemudian kita bicara sendiri, atau misalkan sedang di airport, juga tidak memungkinkan untuk bicara sendiri, kecuali kalau Anda siap dibilang orang yang sedang tidak waras, hehe
Tapi hal ini tetap kembali kepada penulis masing-masing. Aplikasi ini memang cukup membantu dan memudahkan, tetapi kalau memang kita sendiri tidak mau menulis, bagaimana dimudahkannya pun tetap kita tidak akan menulis.
Sama dengan misalkan, ketika dulu zaman mahasiswa, belum punya laptop, lalu kita menulis di laboratorium komputer, lalu kita mengatakan: “seandainya saya punya laptop tentu saya akan jauh lebih produktif”. Setelah kita punya laptop, iya lebih produktif, tetapi produktifnya tidak lama, selebihnya setelah dua bulan hingga tiga bulan, kita kembali lagi menjadi tidak produktif.
Lalu kemudian kita berdalih: “laptop itu besar, susah dibawa ke mana mana, seandainya bisa menulis menggunakan HP, tentu akan lebih produktif”. Setelah HP ada aplikasi notes dan ada banyak aplikasi untuk menulis, kita lebih produktif. Tetapi sekali lagi, produktifnya tidak lama, dua hingga tiga bulan, kita kembali tidak produktif dengan alasan: “ternyata menulis dan mengetik di HP itu capek ya, karena hanya menggunakan 2 jari, tidak semua jari bisa digunakan mengetik, seandainya ada aplikasi yang ketika kita bicara, kemudian langsung jadi tulisan, niscaya akan lebih produktif”.
Setelah muncul aplikasi yang bisa merubah suara menjadi tulisan, tentu kita lebih produktif dibanding mengetik di HP, tetapi saya yakin, produktifnya tidak lama, sekitar dua hingga tiga bulan saja. Kita akan mengeluh: seraya mengatakan: “ternyata menulis dengan suara juga capek ya ngomong terus, seandainya ada aplikasi yang bisa membaca pikiran kita, jadi kita cukup mikir gitu saja, kemudian di HP itu sudah tertulis apa yang kita pikirkan tentu akan bisa lebih produktif” hehe.
Begitulah alasan orang yang sedang malas menulis, selalu orang lain atau alat atau mungkin hal lainnya yang disalahkan, padahal sebenarnya dirinya sendiri yang menjadikannya malas menulis.
Walaupun demikian, aplikasi ini tentu cukup membantu jika kita ingin menceritakan sesuatu yang panjang lebar. Cukup Anda berbicara, tentu berbicaranya jangan cepat-cepat supaya aplikasinya tidak bingung menuliskannya, dan juga bicaranya jangan panjang-panjang, nanti aplikasinya ngambek karena capek, hehe.