Oleh Agus Hariono
Dalam sebuah perkumpulan pasti terdapat beraneka ragam karakter orang. Ada yang pendiam namun banyak kerja, ada yang kebanyakan bicara minim karya, ada yang banyak bicara kaya karya, ada yang sedikit bicara sedikit pula kerjanya, banyak polahnya lagi serakah kelakuannya.
Tampaknya sudah sunatullah, Allah menciptakan makhluknya. Tidak ada yang sempurna. Semua harus saling melengkapi. Semua pasti berpasang-pasangan. Misal, ada orang baik akhlak, pasti ada orang buruk tingkah. Semua ada pasangannya. Semuanya tidak dapat hidup mandiri, mereka harus selalu berdampingan-beriringan.
Sebagaimana umumnya yang ada dalam perkumpulan. Ada puspa ragam model manusia. Ada yang beraklak, ada pula yang tidak punya akhlak. Ada orang yang tulus-sejati, ada pula yang berpura-pura bak pemain senetron di televisi. Ada yang lembah lembut bak sutera, ada pula berperangai binatang buas yang hidup di hutan belantara. Liar dan suka menerkam, dan bahkan doyan memakan temannya sendiri.
Memang kalau hanya dilihat secara parsial atau sepotong. Kehidupan di perkumpulan tersebut seakan mengerikan dan menakutkan. Namun, apabila dilihat secara komprehensif atau menyeluruh, maka memang wajar kehidupan beraneka ragam tersebut. Itulah aneka ragam bentuk ciptaan Allah yang berfungsi menyeimbangkan organisme sistem kehidupan. Agar kehidupan tidak berisi manusia yang baik saja, namun juga ada yang sebaliknya.
Kalau amati setidaknya ada beberapa fenomena toksik yang akan atau sudah terjadi dai dalam suatu perkumpulan, baik yang berbasis sukarela maupun berbasis finansial. Apabila mereka merupakan unsur pimpinan biasanya akan menyalahgunakan kekuasaan. Menggunakan posisi, otoritas yang tinggi atau kekuasaanya secara tidak etis dan mesti merugikan orang lain. Mereka mengeksploitasi bawahannya, memaksakan kehendak, memanipulasi sistem dan orienstasinya selalu mencari keuntungan pribadi.
Kemudian terjadi pula sebuah bentuk tindakan mobbing atau perundungan. Ini dapat dilakukan oleh siapa saja, baik unsur pimpinan atau orang yang punya posisi rendahan namun kaya kekuasaan. Tindakan perundungan di dalam perkumpulan biasanya dilakukan oleh individu atau sekelompok orang secara terus menerus. Aksinya diekspresikan dalam bentuk intimidasi, penghinaan dan perlakuan yang tidak adil bagi individu yang lain. Misalnya, mengancam akan memecat, mengancam memindahkan individu ke tempat lain, mengucilkan, membatasi akses dan bahkan memberikan tugas yang tidak masuk akal.
Ada pula kelakuan yang tampaknya umum terjadi, yaitu perilaku kecurangan atau koruptif. Ada sebagian orang dalam sebuah perkumpulan yang tega berlaku demikian, khususnya pada perkumpulan yang berbasis finansial. Mereka melakukan praktik kecurangan, misalnya, pencurian, penggelapan dana, atau manipulasi data, yang sudah pasti merugikan perkumpulan baik secara finansial maupun reputasional.
Lalu, yang tidak kalah dengan yang lain di dalam perkumpulan juga terjadi fenomena persaingan yang tidak sehat. Persaingan yang tidak sehat terjadi dengan motif yang beragam. Tetapi umumnya adalah untuk mencari keunggulan namun dengan cara yang cerdik namun licik. Contoh tindakannya yaitu menghancurkan reputasi atau mencuri ide orang lain untuk mendapatkan keunggulan bagi diri sendiri atau kelompoknya. Tentu saja perilaku ini akan berdampak serius bagi perkumpulan. Mencipkan lingkungan kerja yang toksi bahkan merugikan produksifitas perkumpulan.
Terakhir, adanya orang yang buas. Biasanya mereka berperilaku agresif dan dominan. Fenomena ini juga jamak terjadi di dalam sebuah perkumpulan. Perilakunya agresif, dominan, dan intimidatif. Perilaku itu mereka ekspresikan mengandalkan kekuatan fisik atau verbal. Tujuannya tidak lain adalah untuk mengendalikan orang lain, menciptakan ketakutan atau menekan ide-ide atau pandangan orang lain yang berbeda.
Meskipun tidak semua perkumpulan terdapat semua fenomena tersebut, tetapi setidaknya ada satu atau dua fenomena yang terjadi di dalamnya. Umumnya semua itu ada, bahkan lebih. Saya juga tidak terlalu paham apakah fenomena itu ada secara alami atau memang disetting untuk tujuan tertentu. Wallahu a’lam.
Umumnya semua perkumpulan berupaya menghindari fenomena perilaku toksik. Namun, upaya mereka ada yang berhasil, ada pula yang justru hancur, gagal-beratakan karena sudah terlanjur kalah dengan manusia-manusia toksik yang sudah memenuhi dan menggerogoti ruang-ruang dalam perkumpulan tersebut. Bahkan, memang ada yang sengaja merawat dan mengembangbiakannya.
Lingkungan kerja yang aman, inklusif, etis, setiap individu mendapat perlindungan, penghargaan dan diperlakukan adil, tampaknya hanyalah sebuah cita-cita yang masih melangit. Faktanya di daratan sudah dipenuhi dengan puspa ragam perilaku toksik, orang-orang yang serakah kakean polah, yang dampaknya merusak, baik bagi individu di dalamnya maupun bagi perkumpulan tempat bernaung.
Plemahan, 7 Juli 2023