BELAJAR DARI KH AGUS SALIM

0
254

Muhammad Chirzin Setoran Sunah Tanggal Satu 1 Februari 2024

 

  1. Agus Salim lahir dengan nama Masjhoedoel-haq “pembela kebenaran” (8 Oktober 1884–4 November 1954) adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia. Pekerjaanyang ditekuninya adalah sebagai orator dan penulis. Agus Salim menguasai 4 bahasa asing di Eropa (Bahasa Belanda, Inggris, Perancis, dan Jerman), 2 bahasa asing di Timur Tengah (Bahasa Arab dan Turki), serta Bahasa Jepang.

Agus Salim lahir dari pasangan Soetan Salim gelar Soetan Mohammad Salim dan Siti Zainab. Jabatan terakhir ayahnya Jaksa Kepala di Pengadilan Tinggi Riau. Kedudukan ayahnya yang cukup disegani itu memudahkan Agus Salim belajar di sekolah-sekolah Belanda. Anak cerdas.

Pendidikan dasar ditempuh di ELS, sekolah khusus bagi anak-anak Eropa, dilanjutkan ke HBS, dan Kawedrie di Batavia. Ia menjadi lulusan terbaik di HBS se-Hindia Belanda. Setelah lulus, Agus Salim bekerja sebagai penerjemah dan pembantu notaris pada sebuah kongsi pertambangan di Indragiri.

Pada tahun 1906, Agus Salim berangkat ke Jeddah, Arab Saudi untuk bekerja di Kedutaan Besar Belanda di sana sebagai penerjemah. Pada periode inilah ia berguru pada Syaikh Ahmad Khatib, yang masih merupakan pamannya.

Pada tahun 1912-1915, Agus Salim membuka sekolah dasar berbahasa Belanda, HIS.  Pada tahun 1915 ia terjun ke dunia jurnalistik di Harian Neratja sebagai Wakil Redaktur, lalu menjadi Ketua Redaksi.

Agus Salim menikah dengan Zaenatun Nahar Almatsier dan dikaruniai 10 orang anak. Kegiatannya dalam bidang jurnalistik terus berlangsung hingga menjadi Pemimpin Harian Hindia Baroe di Jakarta. Kemudian mendirikan Surat kabar Fadjar Asia, menjadi redaktur Harian Moestika di Kota Yogyakarta, dan membuka kantor Advies en Informatie Bureau Penerangan Oemoem (AIPO).

Bersamaan dengan itu ia juga terjun dalam dunia politik sebagai pemimpin Sarekat Islam. Pada tahun 1915, H. Agus Salim bergabung dengan Sarekat Islam dan menjadi pemimpin kedua setelah Oemar Said Cokroaminoto.

Peran H. Agus Salim pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia antara lain sebagai anggota Volksraad (1921-1924), anggota Panitia Sembilan dalam BPUPK yang mempersiapkan UUD 1945, Menteri Muda Luar Negeri Kabinet Sjahrir 1946 dan 1947, pembuka hubungan diplomatik Indonesia dengan negara-negara Arab, terutama Mesir pada tahun 1947, Menteri Luar Negeri Kabinet Amir Sjarifuddin 1947, Menteri Luar Negeri Kabinet Hatta 1948-1949.

Agus Salim dan Presiden Soekarno dalam tahanan Belanda, 1949. Di antara tahun 1946-1950 ia laksana bintang cemerlang dalam pergolakan politik Indonesia, sehingga kerap kali digelari “Orang Tua Besar” (The Grand Old Man). Pada tahun 1950 hingga wafat menjadi Penasehat Menteri Luar Negeri. Pada tahun 1952, ia menjabat Ketua di Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia.

Biarpun penanya tajam dan kritikannya pedas, namun Haji Agus Salim dikenal masih menghormati batas-batas dan menjunjung tinggi kode etik jurnalistik. Setelah mengundurkan diri dari dunia politik, pada tahun 1953 ia mengarang buku dengan judul Bagaimana Takdir, Tawakal dan Tauchid harus dipahamkan? yang lalu diperbaiki menjadi Keterangan Filsafat Tentang Tauchid, Takdir dan Tawakal.

Agus Salim adalah pejuang kemerdekaan yang dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia pada 27 Desember 1961, melalui Keppres Nomor 657 tahun 1961.  Pada 1906, Agus Salim berangkat ke Jeddah, Arab Saudi, untuk bekerja sebagai penerjemah di konsulat Belanda. Ia juga memanfaatkan waktu untuk memperdalam ajaran Islam dan mempelajari diplomasi.

Perjuangan Agus Salim Pada 1915, Agus Salim bergabung dengan HOS Tjokroaminoto dan Abdul Muis dalam organisasi Sarekat Islam (SI). Ia bahkan menjadi pemimpin terkemuka organisasi ini dan dianggap sebagai tangan kanan pemimpinnya, HOS Tjokroaminoto.

Setelah Sarekat Islam pecah, Agus Salim mendirikan Partai Sarekat Islam bersama Tjokroaminoto, yang kemudian jadi PSII. Ketika Jepang masuk ke Indonesia pada 1942, ia diminta untuk menyusun kamus militer untuk Pembela Tanah Air (PETA).

Agus Salim ditunjuk untuk menasihati para pemimpin Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta dan Ki Hajar Dewantara, yang bertanggung jawab atas Pusat Tenaga Rakyat (Putera). Selama menjadi menteri luar negeri, Agus Salim pernah menghadiri sidang Dewan Keamanan PBB di New York dan tokoh yang terlibat dalam proses Perjanjian Renville.

Agus Salim diasingkan Ketika Belanda melancarkan Agresi Militer II pada Desember 1948, Agus Salim masih menjabat sebagai Menteri Luar Negeri dalam kabinet Hatta I. Ia pun menjadi salah satu pemimpin yang diasingkan bersama Sjahrir dan Soekarno ke Berastagi, Sumatera Utara. Sekembalinya dari pengasingan, Agus Salim kembali bertugas menjadi Menteri Luar Negeri untuk Kabinet Hatta II.

Agus Salim menjadi delegasi Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda, pada akhir 1949. Setelah tidak lagi bertugas di pemerintahan, Agus Salim mengundurkan diri pada 1953 dan kembali menulis.

Pada 1953 ia menulis buku berjudul Bagaimana Takdir, Tawakal, dan Tauchid Harus Dipahamkan? Kemudian diubah menjadi Keterangan Filsafat Tentang Tauchid, Takdir dan Tawakal. KH Agus Salim meletakkan arti Islam sebagai pandangan hidup setiap pribadi muslim yang sadar akan tugas serta kewajibannya di tengah masyarakat. Sebagai hasil ijtihad pandangannya terhadap berbagai masalah agama bercorak tersendiri.

KH Agus Salim menyelidiki Al-Qur’an dan mengadakan perbandingan ajaran-ajaran Islam dengan kemajuan-kemajuan yang dicapai dunia Barat. Ia menyimpulkan bahwa kemunduran umat Islam karena salah memahami ajaran Islam.

Dikenal sebagai diplomat yg disegani di kancah Internasional. Jasanya yang paling penting adalah misi diplomatiknya yang memperkenalkan negara Indonesia ke luar. Puncak kemenangan diplomasi Indonesia adalah perjanjian persahabatan dengan Mesir pada 1947.

 

Pada 23 Maret 1947 ditunjuk sebagai wakil ketua Delegasi RI di Inter-Asian Relations Conference di India atas prakarsa Perdana Menteri India, Pandit Jawaharlal Nehru. Pada Oktober 1950 Agus Salim ditunjuk menghadiri 11th Conference Institute of Pacific Relations di Lucknow, India, Colloquium on Islamic Culture di Princeton AS pada Agustus 1953.

Karya tulis asli Agus Salim antara lain Riwayat Kedatangan Islam di Indonesia, Dari Hal Ilmu Quran, Muhammad voor en na de Hijrah, Gods Laatste Boodschap, Jejak Langkah Haji Agus Salim (Kumpulan karya Agus Salim yang dikompilasi koleganya, Oktober  1954).

Karya terjemahannya antara lain Menjinakkan Perempuan Garang (dari The Taming of the Shrew karya Shakespeare), Cerita Mowgli Anak Didikan Rimba (dari The Jungle Book karya Rudyard Kipling), Sejarah Dunia (karya E. Molt).

Agus Salim meninggal dunia pada 4 November 1954 di RSU Jakarta dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

 

 

Bagikan

Tinggalkan Komentar

Please enter your comment!
Please enter your name here