Oleh Agus Hariono
Perjalanan menuju Kopdar lebih lama dari biasanya. Biasanya kalau hanya ke sekitar Surabaya, tidak sampai 2 jam sudah tiba. Kali ini berbeda, gara-gara mengikuti arahan istri, rute perjalanan diubah lewat Jombang. Bagi saya yang sudah sering perjalanan, menuju pintu tol yang dekat dengan rumah adalah pintu tol Bandar Kedung Mulyo, atau sering disebut pintu tol Kertosono.
Kebetulan tolak kami tidak dari rumah, tapi dari Pare. Dipikirnya kalau dari Pare lebih dekat dengan Jombang, padahal tidak. Parahnya lagi, ketika sudah sampai Jombang, “Lho kok lewat sini, Yah?” tanyanya. Saya diam saja, lha sudah kadung sampai Jombang masak mau balik masuk pintu tol Kertosono.
Akhirnya saya jelaskan. Meskipun kita berangkat dari Pare, pintu tol terdekat tetaplah pintu tol Kertosono. Adapun travel—yang biasa sampeyan tumpangi—yang biasa lewat Jombang itu karena menghindari lampu merah, makanya lebih suka lewat Perak Jombang. Meskipun agak jauh, tapi lancar. Bagi saya, yang sudah sering mengukur jarak (via google map), sering perjalanan, lewat Papar adalah jarak terdekat.
Perjalanan tetap berlanjut, meski lumayan tersendat akibat hujan dan kemacetan. Demikian juga perjalanan di tol, tidak bisa maksimal karena arus kendaraan sangat padat. Kendati agak terlambat, akhirnya tiba di lokasi selamat.
Sebelum tiba, saya telfon Mbak Hitta, dengan maksud menanyakan tentang check in nya bagaimana, mengingat di grup, Pak Ketua ngelist kalau saya termasuk yang sudah check in, padahal saya kan masih perjalanan. Mbak Hitta menyampaikan langsung menuju lobi saja, sudah ada masing-masing nama yang booking.
Ketika check in ke resepsionis, melihat daftar booking dari SPK, ternyata saya satu kamar dengan Prof. Ngainun Naim. Lalu, saya konfirmasi ke Mbak Hitta, tentang kondisi tersebut. Karena Prof. Ngainun sudah check in, bersama keluarga. Lalu, Pak Dr. Tirto, selaku tuan rumah, keluar, membantu check in di resepsionis, mencarikan kamar yang belum diisi. Ketemu kamar jatahnya Bu Nunung. Beliau tidak jadi hadir karena ayahandanya sakit. Urusan kemar, beres.
EdOtel milik SMK Negeri 1 Buduran ini, jika dilihat dari luar memang tidak tampak mewah. Tetapi, ketika sudah masuk ke dalam, desain interiornya sudah mirip hotel berbintang. Mirip JW. Marriot lah, karena sama-sama lantai kamarnya dilapisi karpet. Hehe.
Meski baru saja datang, saya tidak lantas istirahat. Karena memang saya datangnya terlambat, biarlah anak istri yang istirahat di kamar, sedangkan saya langsung mengikuti acara. Acara dimulai dengan nuasa santai, tidak terlalu formal, namun substansi tetap dapat. Dipandu oleh Bu Tuti, kepala sekolah dari Tulungagung, satu persatu rangkaian acara dilaksanakan.
Seperti kata Mbak Hitta dalam tulisannya, bahwa komunitas menulis ini seperti keluarga. Sehingga acara pun dibuat gayeng agar masing-masing anggota keluarga dapat memaparkan ide gagasannya dengan santai dan tidak sungkan.
Biasanya acara Kopdar selalu disertai dengan kegiatan seminar, demikian juga dengan Kopdar 8 ini. Pematerinya selalu orang-orang top, khususnya dalam bidang kepenulisan. Biasanya saya juga selalu ikut secara full rangkaian acara Kopdar, tetapi karena suatu hal, pada Kopdar 8 ini, saya tidak mengikuti. Sempat menyimak via youtube, tapi karena tidak fokus saya memilih untuk menundanya saja. Toh dapat saya tonton lagi, kala nanti ada waktu senggang.
Momentum Kopdar adalah momentum curah gagasan, sharing knowledge, atau semacamnya. Acara inilah biasanya yang saya tunggu-tunggu. Itulah alasan tetap menghadiri Kopdar, terkhusus pada momentum ini. Ternyata Prof. Ngainun juga menggaris tebali bahwa di antara rangkaian acara yang disusun, Kopdar ini yang paling mengesankan.
Suasana benar-benar hidup. Sangat gayeng. Banyak dipenuhi canda tawa. Tema pembahasan memang hal yang serius, tetapi dengan suasana yang santai, justru substansinya dapat. Momentum ini juga merupakan tempat bertemunya ide dan gagasan dari berbagai latar belakang profesi, pendidikan dan usia yang memiki tujuan sama, membangun budaya literasi.
Kopdar 8, memang sudah lumayan gayeng. Karena, beruntung ada Prof. Ngainun yang cair dan selalu mencairkan suasana. Tetapi saya membayangkan akan jauh lebih gayeng jika para pembina, pengurus dan anggota banyak yang hadir. Guyonannya pasti akan semakin lengkap. Ada, “Josss, sak jebukan, herek herek,” khas Master Emcho. Belum lagi Kiyai Masruri, Prof. Muhammad, Pak Zaprulkhan, Pak Didi, Bu Lina, Bu Eni, Bu Rita, Pak Bahrus Surur, Bu Nunung, Bu Amie, Bu Budiyanti, Bu Sri, Bu Wafi, Pak Agung Semarang, Pak Agung Surakarta, Mas Halim, Pak Husni, Pak Masrukin, Ustadz Gunarto, dan yang para pemuda-pemuda top seperti Mbah Joyo, pemuda tapi panggilannya Mbah. Lalu, Gus Dos Fahrudin, Mas Azis Tata, Mas Azis Malaysia, Daeng Sahrul, Mbak Laili, Mbak Eka, Mbak Yulia, dan Mas Sikin. Dan lainnya, yang mungkin belum tertulis. Tentu saya maklum dengan absennya bapak ibu sekalian, dengan iringan doa semoga yang sakit segera disembuhkan dan yang mempunyai hajat dilancarkan hajatnya.
Kopdar kali ini digelari oleh Pak Ketua sebagai Kopdar tersedikit pesertanya. Lalu, saya lengkapi, Kopdar tersedikit ini semoga pertama dan terakhir dengan harapan Kopdar berikutnya kembali disesaki dengan para pembina, pengurus dan anggota yang hadir. Kunci Kopdar yang gayeng adalah banyak anggota yang hadir.
Meskipun pesertanya sedikit, setidaknya ada beberapa rekomendasi yang barangkali layak untuk lakukan. Misalnya, ramaikan kembali grup dengan share tulisan-tulisan para anggota, silahkan saling komen dan memberi apresiasi. Lalu, secara rutin dilakukan pembinaan, setidaknya ada momentum tatap muka, walau hanya via zoom. Lumayan, untuk menambah pengetahuan, menyamakan persepsi dan sedikit merekatkan emosional, dan tentu manfaat lainnya.
Plemahan, 1 Maret 2022