Mensyukuri 18 November 2019

0
2047

Oleh: Sri Lestari Linawati

Malam ini di Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta berlangsung resepsi Milad ke-107 Muhammadiyah dan Tasyakur 100 Tahun TK Aisyiyah Bustanul Athfal. Warga Muhammadiyah dari berbagai penjuru negri ini hadir menyemarakkan acara yang gegap gempita ini. Yang tidak bisa hadir dapat menonton acara ini di youtube “Resepsi Milad ke-107 Muhammadiyah”.

Ada sebuah rasa haru dan bangga. Kiprah Muhammadiyah dalam rangka memajukan bangsa tidak kenal lelah. Kemajuan, pencerahan, menggembirakan senantiasa disuarakan dan dikibarkan dalam dakwah Muhammadiyah. Inilah yang dimaknai sebagai Islam Berkemajuan.

Dalam sejarahnya, KHA Dahlan menghadirkan nilai-nilai Islam Berkemajuan itu dalam konteks social budaya. Tidak ada sesaji untuk sebuah doa yang kita panjatkan kepada Tuhan Allah. Dilakukan hal itu untuk menghadirkan makna Islam yang memudahkan manusia. Sesungguhnya Tuhan Allah itu dekat. Siapa pun kita dapat langsung memanggil nama Allah dan memanjatkan permohonan atas segenap impian dan cita kita, juga mengadu atas segala duka lara dan nestapa.

Masih segar dalam ingatan saya bagaimana saya harus mengantarkan ater-ater ketika neton, mulud, sapar, jemuwah, dan seterusnya. Sebagai seorang bocah yang ingin patuh kepada kedua orang tua, saya lakukan saja tugas demi tugas itu. Pagi atau siang atau sore atau malam, saya harus siap mengantar ater-ater. Entah kenapa saya suka saja melakukannya, sambil berlarian kecil menyusuri jalanan kampung dan kuburan yang kami lewati. Waktu terus berlalu. Saya terus mencari hakikat kebenaran dan kebaikan. Hingga tiba pada satu pernyataan: betapa susahnya beragama Islam itu, bila terus begini.

Suatu ketika saya berkenalan dengan Muhammadiyah dari bela dirinya, Tapak Suci Putera Muhammadiyah, biasa disebut “Te-eS”. Salam penghormatannya sungguh membuat saya jatuh cinta, yaitu “Dengan iman dan akhlak saya menjadi kuat. Tanpa iman dan akhlak saya menjadi lemah. La haula wala quwwata illa billah.” Belum sampai pendekar karir saya di Te-eS, baru sekali ikut pertandingannya dan juara III waktu itu. E…. kok itu bikin keterusan hingga saat ini.

Ada lagi yang membuat saya terkesan. Pak AR, yang pernah saya temui, adalah sosok warga Muhammadiyah yang amat santun. Pesan Pak AR itu, “Bermuhammadiyah itu ber-Islam”. Dengan semangat itulah saya termotivasi mendalami Islam lebih jauh. Bahwa berislam itu adalah satu kesatuan dengan kehidupan kita sehari-hari, sejak bangun tidur hingga tidur kembali. Bahwa penting meningkatkan ekonomi umat, ini juga pesan Al-Qur’an. “Mereka yang menafkahkan rizki yang Kuberikan..” secara implisit mengajarkan bahwa umat Islam harus kaya raya. Kok? Tentu logikanya sederhana saja, yaitu bahwa hanya orang yang punya yang akan mampu memberi. Orang punya ilmu akan mampu memberi dan membagi ilmunya. Orang yang punya harta akan mampu memberi dan membagi hartanya.

Bukankah kemiskinan dan kebodohan mewarnai wajah Indonesia? Dan umat Islam adalah penduduk mayoritas? Itu mengindikasikan bahwa yang miskin dan bodoh itu adalah umat Islam? Inilah yang menjadi keprihatinan kita. Oleh karena itu, menjadi tugas dan tanggung jawab ilmuwan muslim Indonesia untuk turut berpartisipasi aktif mengentaskan kemiskinan dan kebodohan yang melanda negri ini. Tidak cukup satu dua hari. Dibutuhkan waktu yang panjang dan lama. Kerja itu harus dimulai sejak sekarang. Kita lanjutkan karya bangsa ini. Para pahlawan telah memperjuangkan bangsa Indonesia untuk merdeka. Janganlah kita kotori kemerdekaan ini dengan nafsu duniawi dan perut sendiri. Kemuliaan dan kejayaan bangsa Indonesia inilah yang patut kita perjuangkan senantiasa.

Kuncinya ada di pendidikan. Dengan pendidikan, kita mengubah mental warga bangsa. Oleh karena itu, penting dan strategis bagi kita untuk senantiasa mengkaji seberapa jauh capaian pendidikan bangsa ini. Segenap komponen bangsa diajak ikut serta dalam proses mencerdaskan bangsa. Untuk apa? Untuk maju bersama, bangkit bersama. Tidak sia-sia Allah ciptakan kita. Perjuangan kita adalah tasbih kita kepada Sang Pencipta. Sebagaimana ikan-ikan yang berenang bahagia naik turun di kolam. Itulah tasbihnya. Kita pun berkepentingan untuk bertasbih kepada Allah. Salam. []

Yogyakarta, 18 November 2019

Bagikan

Tinggalkan Komentar

Please enter your comment!
Please enter your name here